Hai, perkenalkan namaku senja.
Aku ingin berbagi sepenggal pengalamanku dalam mencari pekerjaan. Kebetulan aku adalah lulusan S2 dimana aku masih bekerja di salah satu perusahaan swasta yang menurutku skala menengah. Kenapa aku sebut skala menengah karena tidak ada jenjang karir di perusahaan itu, tapi dari segi penghasilkan tidak minim juga.
Aku punya cita-cita menjadi dosen karena aku punya persepsi menjadi dosen tidak perlu full time. Namun perjuanganku menuntut ilmu di strata dua tidaklah mudah. Aku harus berkejar-kejaran dengan waktu kerjaku di siang hari, lalu malamnya aku kuliah.
Dua tahun aku menjalani itu semua dan tibalah aku menjadi seorang magister. Aku sungguh bahagia tapi kebahagiaanku tak berlangsung lama karena aku harus mengejar mimpiku menjadi seorang dosen.
Aku banyak memasukkan lamaran kerja sebagai dosen. Setahun berlalu, tak satupun lamaran yang aku kirim mendapat jawaban.
Inilah Sepenggal Kisahku
Di penghujung april 2019 aku terkejut karena tiba-tiba handphoneku berbunyi. Ada pesan wattsap masuk dari admin perguruan tinggi swasta di kota Malang. Isi dari pesan itu adalah aku dipanggil untuk melakukan psikotest dalam rangka penerimaan calon dosen.
Hatiku pun berbunga tak karuan. Walau aku kemudia berpikir bagaimana caranya sampai ke kota itu pukul 9.30 WIB on time mengingat kota tempat tinggalku yaitu Surabaya berbeda dengan kota dimana aku dipanggil untuk psikotest.
Di hari Senin tanggal 29 April, aku memulai perjalananku ke Malang. Sesungguhnya aku bingung mau menggunakan transportasi apa ke Malang. Aku hampir tidak pernah bepergian keluar kota. Jikapun aku harus bepergian, biasanya aku menggunakan travel sebagai moda transportasiku. Kali ini aku memberanikan diri pergi ke stasiun kereta api pukul 5 pagi menuju Malang. Aku kurang beruntung sepertinya, kereta api yang menjadi tujuanku sudah berangkat. Aku nekat pergi ke terminal bus.
Dengan menggunakan ojek online, meluncurlah aku ke terminal Purabaya. Di dalam terminal, aku dengan sedikit kebingungan berjalan menyusuri tempat mangkal bus antar kota. Tiba di ujung, terlihatlah di papan atas bertuliskan "MALANG". Leganya hatiku. Tapi kemudian aku bertanya-tanya, apakah ini bus PATAS. Tapi aku tidak punya keberanian untuk bertanya. Akhirnya aku nekat naik bus itu. Akupun tersadar bahwa aku sedang menaiki bus ekonomi yang artinya perjalanan akan memakan waktu lebih lama dibanding Bus PATAS.
Lagi-lagi aku tak punya pilihan. Aku berpikir "ah, masih ada waktu 3 jam lagi sampai di lokasi kampus". Dengan harapan besar lolos tes, aku memutuskan tetap menggunakan bus ekonomi. Dalam perjalanan, aku melihat begitu banyak orang naik ke dalam bus. Mereka rela berdesak-desakan di dalam bus ekonomi yang walaupun ber-AC tapi tetap merasa panas di dalamnya.
Sejujurnya aku tidak menikmati perjalanan ini, karena suasana penumpang yang turun naik, berdesak-desakkan. Walau aku mendapat kursi untuk duduk, tetap saja aku terdesak oleh penumpang lain yang berdiri di samping kursiku. Kebetulan aku duduk di pinggir jalan.
Sepanjang perjalanan, aku banyak merenung. Perjalanan ini merupakan penjemputan harapan bagiku. Harapan untuk dapat menjadi dosen. Memang bukan hal yang mudah. Aku harus melewati berbagai kendala. Bahkan psikotest belun aku jalani. Tapi aku tetap optimis menjemput harapanku.
Posting Komentar untuk "Selama Kita Masih Bernafas, Selama Itu pula Harapan Tetap Ada"