Aku ingin bercerita sedikit mengenai keanggotaan baruku di komunitas 1 Minggu 1 Cerita. Komunitas ini didirikan untuk memfasilitasi para blogger yang ingin saling memperkenalkan blog mereka dan juga bisa mengunjungi blog teman-teman yang lain.
Adapun diriku baru menginjak minggu ketiga bergabung di komunitas 1M1C ini. Walau sudah mulai menulis blog satu tahun sehingga untuk memahami tata cara menjadi anggota di komunitas 1M1C rasanya tidak terlalu sulit juga. Yang terpenting dalam sepekan ada satu tulisan yang wajib kita setorkan di web 1minggu1cerita. Kadangkala menulis juga harus dipaksakan. Nah, ini salah satu yang aku sebut terpaksa membawa hikmah.
Alhamdulillah banget aku bisa bergabung di Whattsapp Grup komunitas yang kece badai ini. Seluruh anggotanya ramah dan mau saling berbagi tulisan masing-masing. Kalau istilahnya "congkak", hehehe. Untuk tema di pekan ketiga aku bergabung adalah "terpaksa". Wah, kalau mendengar kata terpaksa pasti yang ada di benak kita adalah sesuatu yang kurang enak pernah kita alami, bener gak ya?
Namun tidak semua keadaan terpaksa berakhir dengan penderitaan, E cie...cie... macam drama di tivi terbang aja yah. Ada kalanya kita mengalami suatu keterpaksaan karena kondisi yang harus kita hadapi. Salah satunya pandemi corona yang masih berlangsung saat ini bisa jadi membuat sebagian orang menjalani hidup dengan "terpaksa". Tentu kagi-lagi aku menyebutnya terpaksa membawa hikmah.
Eits, terpaksa yang bagaimana dulu ya? Yaa... bermacam-macam bentuk terpaksanya. Terpaksa berhemat selama pandemi, terpaksa menganggur karena menjadi korban PHK, dan segala bentuk terpaksa lainnya yang harus kita hadapi dengan sabar dan tawakkal selama pandemi ini masih terjadi.
Lalu bagaimana dengan diriku? Selain terpaksa harus berhemat dan mengatur ulang kembali seluruh biaya pengeluaran rumah tangga, akupun terpaksa harus merintis usaha kecil-kecilan bersama suami sebagai salah satu strategi mendapat penghasilan karena suami sudah dirumahkan semenjak 26 April 2020. Kalau sekarang 3 Agustus 2020 artinya sudah tiga bulan lebih suami dirumahkan. Walau begitu aku masih harus bersyukur karena aku masih bekerja dan mendapat gaji bulanan.
Pandemi Membuat Kita Terpaksa Berpikir Kreatif
Terpaksa membuka warung sembako sebenarnya tidak terlintas di benakku sebelumnya. Aku hanya ingin mencari kesibukan untuk suami yang sedang dirumahkan dan bisa bekerja on call saja alias ditelpon oleh pihak kantor. namun pada saat itu ide untuk berjualan telur muncul begitu saja. Kenapa aku memilih telur, karena aku berpikir telur merupakan bahan makanan yang minimal harus tersedia di setiap rumah dan harganya juga terjangkau. Tidak usah jauh-jauh, di rumahku sendiri selalu menyetok telur setiap hari. Kalau pas lagi lapar dan tidak ada bahan makanan dan yang ada hanya telur maka sudah pasti menggoreng telur dadar ataupun ceplok menjadi solusi terakhir untuk mengeyangkan perut. Ya kan....
Untuk memulai berjualan telur tentu saja aku dan suami harus mencari supplier telur yang murah dan tentu saja terpercaya ya. Karena kami baca banyak sekali penipuan yang mengatasnamakan supplier telur bertebaran di marketplace. Kami pun sepakat akan bertransaksi setelah barang datang ke rumah atau sistem COD atau cash on delivery.
Baca Juga : Bertahan Hidup Di Tengah Pandemi
Awal kami kulakan telur tentunya sebagai pemula masih belum mahir nih ya, kami beli dengan harga yang agak mahal sehingga untung yang kami dapatkan tipis. Tak mengapalah, batin saya kala itu karena namanya masih awalan, masih meraba-raba. Yang penting sudah mulai jalan dan promosi masih sekitar komplek perumahan. Sistem jualan kami masih mengandalkan promo online dan sebar brosur namun jika ada yang membeli telur kami siap mengantar sampai ke depan rumah.
Namun selang beberapa hari, kami terus mencari supplier telur yang harganya bisa lebih miring lagi dan yang terpenting lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah. Aku dan suami saling bergotong royong mencari supplier telur di Marketplace Facebook dan menjadi anggota komunitas pedagang telur. Biasanya setelah bertanya di Messenger, akan dilanjutkan dengan japri di whattsapp. Yang ditanyakan biasanya seputar harga dan lokasi dimana.
Awal kami kulakan 10 kilogram telur, karena supplier telur pasti punya batasan minimal harus order berapa kilo. Akupun pernah membeli sampai 50 kilogram telur per minggunya. Jumlahnya tergantung permintaan pasar sih.
Bagiku membawa telur menggunakan sepeda motor itu resiko pecahnya besar di jalan. Aku pernah membawa telur 20 kilogram dan dipangku kiri dan kanan π. Sesuatu banget kan ya bawa telur 20 kilogram, Alhamdulillah sampai di rumah dengan selamat walau begitu kami chek ada satu sampai tiga butir telur yang retak. Gapapa deh, kan bisa untuk konsumsi pribadi juga telur yang retak, hehehe.
Dua minggu setelah berjualan telur saja, timbul ide untuk mulai jualan bahan pokok lainnya seperti gula, beras, dan mie instan. Akhirnya saya dan suami mulai mencari supplier yang sesuai dengan kebutuhan kami. Alhamdulillah sudah tiga bulan ini kami bekerjasama dengan supplier yang amanah dan menyediakan sembako sesuai yang kami butuhkan. Lokasinya juga tak jauh dari tempat tinggal kami sehingga jika malam-malam ada pesanan mendadak, kami tinggal langsung kontak dan meluncur ke rumah supplier tersebut.
Saat ini usaha warung online sembako milik kami sudah memasuki bulan ketiga dan semuanya berawal dari keterpaksaan. Walau belum sempurna banget menyediakan kebutuhan rumah tangga namun sedikit demi sedikit kami melengkapi isi toko kami dengan barang-barang yang dicari pelanggan. Hal ini aku lakukan agar tidak mubazir ketika kulakan barang.
Mungkin keuntungan dari penjualan toko kami belum seberapa namun aku bersyukur dan bangga pada diri sendiri telah melewati proses keterpaksaan ini dengan ikhtiar yang jatuh bangun. Perjalanan toko ini masih bisa dibilang belum ada apa-apanya dibanding dengan toko sembako yang sudah berdiri bertahun-tahun, namun aku dan suami bertekad jika suami sudah dipekerjakan kembali di kantornya maka Insha Allah warung kami akan tetap kami kembangkan karena mengingat perjuangan ketika awal membuka yang menurutku sih lumayan capek juga. Capek hati dan capek fisik, hehehe.
Menurutku tidak perlu malu dengan kondisi sekarang ini yang memaksa kita untuk berpikir lebih keras dan kreatif agar dapur tetap mengebul. Aku yakin gak cuma suamiku yang kena imbas corona ini namun masih banyak saudara setanah air yang terkena imbasnya. Mungkin yang punya tabungan berlebih tidak merasakan dampak corona secara signifikan. Namun untuk yang tabungannya pas-pasan seperti aku beberapa kawan yang kukenal maka imbas corona ini memaksa kami untuk mencoba peruntungan di perniagaan.
Bagaimana dengan kalian? Pernahkah kalian terpaksa dalam menjalani sesuatu hal? Kalau bisa jadikan terpaksa membawa hikmah yaaa... agar hidup lebih legowo. Yuk ceritakan di kolom komentar nanti kita sharing yaa....
Al Qur'an Surat Ar-Ra'd ayat 11
"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri"
Haloo salam kenal, mbak
BalasHapusSalam kenal juga kak
HapusJadi nggak selamanya pandemi ini bawa aura negatif ya kak. Semua tergantung orangnya aja yg memahami pandemi kayak gimana :D
BalasHapusIya mbak benar. Tinggal bagaimana kita menyikapinya aja
HapusGak selamanya keterpaksaan itu menimbulkan sikap atau hasil yg buruk ya mba. Terlebih di kehidupan ini ada berbagai proses yg dilalui setiap orang, ada yg memang harus dipecut dulu dan dipaksa agar mau melakukan sesuatu *kayak saya yg susah banget kerjain skripsi iniπ. Semoga usaha mba dan suami berjalan lancar ya mba, dan suami mba bisa segera mendapatkan pekerjaan baru, Aamiin.π€π
BalasHapusAyo semangat mengerjakan skripsinya ya kak..saya doakan agar lulus dengan cumlaude. Aamiin
Hapus