Cerita ini sebenarnya terinspirasi dari teman kerjaku. Seorang laki-laki sebut saja namanya Edo. Usia Edo sudah menginjak angka tiga lebih tepatnya tiga puluh tiga tahun. Usia yang sudah cukup matang jika ingin membina rumah tangga. Pasti pembaca yang budiman setuju dengan pendapatku kan. Apalagi kita berada di kultur budaya Indonesia yang kalau bisa menyegerakan untuk menikah. Ya, tak salah juga sih walau pendapat orang kadang tidak sama.
Si Edo Yang Sudah Layak Menikah
Edo temanku ini untungnya sudah punya pacar dan beberapa bulan lalu telah melakukan lamaran juga. Artinya dia serius donk dengan pacarnya dan ada niat membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu pernikahan. Kami teman-teman kantornya sangat bahaggia mendengarnya dan pasti memberi support untuk Edo.
Lalu, kenapa mesti aku tulis ke dalam blogku ? Karena ada yang ingin aku bahas berkaitan dengan rencana masa depan Edo sebagai calon kepala rumah tangga. Apakah gerangan ? cie..cie.. kayak drama Korea saja. Hehehe...
Dan permasalahannya adalah Edo itu gemar sekali merokok, malah dapat dikatakan perokok berat. Sehari dia bisa habis satu pak rokok, coba kalian bayangkan sebulan Edo harus menghabiskan berapa pak rokok ? Pasti tiga puluh pak rokok donk. Dan itu jumlah yang tak bisa ditawar lagi, begitu kata Edo pada saat aku sedang mencoba mengajaknya berdiskusi.
Selain rokok, ternyata Edo juga kebiasaan yang unik menurutku. Yaitu ngopi di warkop. Sebenarnya ngopi di warkop bukan hal yang aneh, karena di Surabaya menjamur warkop di berbagai sudut kota. Bisnis warkop memang sangat menjanjikan di kota Pahlawan ini. Oke, skip dulu mengenai bisnis warkop. Yang aneh dari seorang Edo adalah, dia kalau pergi ngopi ke warkop sehari bisa sampai empat kali ! Bayangkan, berapa uang yang sudah dia belanjakan hanya untuk segelas kopi. Belum kalau dia ingin makan gorengan yang biasanya terjejer rapi di atas meja warkop.
Dulu aku bertanya kepada Edo, kenapa sih suka banget ke warkop. Jawabannya karena kalau belum kena kopi, kepalanya jadi pusing. Baiklah, lalu aku kerucutkan pertanyaanku pada lelaki berusia 33 tahun itu. Kenapa harus ngopi di warkop ? Padahal di kantor aku menyediakan kopi sangat banyak sekali untuk diminum beramai-ramai dengan para rekan kerja yang lain. Maklum, karyawan di kantor cuma ada sepuluh termasuk dengan aku sehingga akan sangat terasa sepi manakala semua teknisi pergi ke lapangan untuk melakukan tugasnya masing-masing. Akhirnya terbesit ide untuk menyediakan kopi sehingga pada saat sore hari menjelang, para karyawan bisa ngopi dan duduk bareng untuk mempererat persaudaraan dan pastinya agar tambah kompak ya.
Nah, balik lagi ke Edo. jawaban Edo kenapa harus ngopi di warkop adalah karena dia lebih sreg jika minum kopi racikan dari penjualnya. Sebenarnya jawaban yang kurang masuk akal juga ya, hehehe. Cuma aku kurang paham juga dengan alasan yang dibuat. Karena bagiku semua kopi itu sama baik yang kita racik sendiri maupun yang diracik oleh penjual warkop. Mungkin Edo bukan termasuk golongan penikmat kopi sachetan seperti diriku, hehehe.
Suatu ketika aku berdiskusi dengen Edo. Aku tanya sampai dimana persiapan pernikahan dia dengan calon istrinya. Ternyata Edo belum ada persiapan apapun juga khususnya dari segi materi. Edo mengakui bahwa dia belum menabung untuk pernikahannya kelak. Entah apa karena Edo adalah makhluk berjenis kelamin laki-laki kali ya sehingga tidak terlalu mengurusi hal-hal demikian. Mungkin dalam pikiran Edo, orang tuanyalah yang akan mengurusi pernikahannya dan sebagian besar urusan pernikahan akan di handle oleh pihak calon mempelai perempuan.
Lalu aku mecoba mengajak Edo berhitung ringan dengan pengeluarannya selama ini yang berkaitan dengan rokok dan kopi. Setelah kami mencoba mengkalkulasikan semua, ternyata pengeluaran Edo hanya untuk rokok dan ngopi saja yaitu Rp. 1.080.000,-. Fantastic bukan ! Itu baru untuk Edo pribadi saja. Kalau lagi kumpul bareng teman-temannya, Edo mengakui bahwa pengeluarannya membeli rokok bisa dua kali lipat karena di antara teman-temannya ada yang suka mengambil rokok milik Edo secara cuma-cuma. Karena gengsi, mau tidak mau Edo mempersilahkan teman-temannya mengambil rokok miliknya. Lagi-lagi pengeluarannya membengkak donk.
Dulu aku bertanya kepada Edo, kenapa sih suka banget ke warkop. Jawabannya karena kalau belum kena kopi, kepalanya jadi pusing. Baiklah, lalu aku kerucutkan pertanyaanku pada lelaki berusia 33 tahun itu. Kenapa harus ngopi di warkop ? Padahal di kantor aku menyediakan kopi sangat banyak sekali untuk diminum beramai-ramai dengan para rekan kerja yang lain. Maklum, karyawan di kantor cuma ada sepuluh termasuk dengan aku sehingga akan sangat terasa sepi manakala semua teknisi pergi ke lapangan untuk melakukan tugasnya masing-masing. Akhirnya terbesit ide untuk menyediakan kopi sehingga pada saat sore hari menjelang, para karyawan bisa ngopi dan duduk bareng untuk mempererat persaudaraan dan pastinya agar tambah kompak ya.
Nah, balik lagi ke Edo. jawaban Edo kenapa harus ngopi di warkop adalah karena dia lebih sreg jika minum kopi racikan dari penjualnya. Sebenarnya jawaban yang kurang masuk akal juga ya, hehehe. Cuma aku kurang paham juga dengan alasan yang dibuat. Karena bagiku semua kopi itu sama baik yang kita racik sendiri maupun yang diracik oleh penjual warkop. Mungkin Edo bukan termasuk golongan penikmat kopi sachetan seperti diriku, hehehe.
Suatu ketika aku berdiskusi dengen Edo. Aku tanya sampai dimana persiapan pernikahan dia dengan calon istrinya. Ternyata Edo belum ada persiapan apapun juga khususnya dari segi materi. Edo mengakui bahwa dia belum menabung untuk pernikahannya kelak. Entah apa karena Edo adalah makhluk berjenis kelamin laki-laki kali ya sehingga tidak terlalu mengurusi hal-hal demikian. Mungkin dalam pikiran Edo, orang tuanyalah yang akan mengurusi pernikahannya dan sebagian besar urusan pernikahan akan di handle oleh pihak calon mempelai perempuan.
Lalu aku mecoba mengajak Edo berhitung ringan dengan pengeluarannya selama ini yang berkaitan dengan rokok dan kopi. Setelah kami mencoba mengkalkulasikan semua, ternyata pengeluaran Edo hanya untuk rokok dan ngopi saja yaitu Rp. 1.080.000,-. Fantastic bukan ! Itu baru untuk Edo pribadi saja. Kalau lagi kumpul bareng teman-temannya, Edo mengakui bahwa pengeluarannya membeli rokok bisa dua kali lipat karena di antara teman-temannya ada yang suka mengambil rokok milik Edo secara cuma-cuma. Karena gengsi, mau tidak mau Edo mempersilahkan teman-temannya mengambil rokok miliknya. Lagi-lagi pengeluarannya membengkak donk.
Akhir kata, aku bukan ingin mencampuri kehidupan pribadi Edo sebagai seorang rekan kerja. Aku hanya memberinya sedikit pandangan bahwa kalau bisa mulai dari sekarang Edo mengurangi untuk merokok dan ngopi di warkop. Bukan berarti aku memaksa Edo untuk menghentikan sama sekali konsumsinya atas rokok dan kopi. Akupun mengatakan padanya bahwa kopi di kantor boleh dia habiskan sesuka hatinya jika memang benar-benar hasrat untuk ngopi sudah tidak tertahankan lagi. Alhamdulillah kebiasaan Edo ngopi di warkop mulai berkurang namun sepertinya Edo masih belum bisa mengurangi jatah rokoknya setiap hari. Tapi setidaknya Edo sudah mulai terbuka hatinya untuk mau menyisihkan uang demi persiapan acara pernikahannya. Walau hanya di KUA, nikah juga butuh modal lho, guys.
Demikianlah ceritaku mengenai kehidupan di sekitar yang memang real dan terjadi. Mungkin di luar sana masih banyak Edo-Edo yang lain. Kalau tidak mulai sekarang memaksa diri untuk nabung, lalu kapan kamu bisa untuk membiayai pernikahanmu ? Jangan berpikir untuk berhutang yah.
Nikah itu memang butuh persiapan matang dalam hal materi. Tidak bisa dientengkan. Bagi lelaki bekerja sangat wajib persiapkan beal agar rencana bisa dilaksanakan dengan lancar.
BalasHapusYah, ngopi di luar dan merokok itu boros jika sering dlakukan. Ada banyak Edo di sini juga. Kultur dari kebiasaan yang salah bikin hidup bisa runyam.
Benar Mbak.. Kadang agak susah menasehati para Edo di luar sana. Makasih udah mampir yah mbak :)
HapusSetuju banget, anak-anak sekarang alias milenial itu emang rentan banget terkena latefactor ... konsumtif yang nggak jelas. Padahal kalau ditabung bisa buat nikah or beli rumah, hehe
BalasHapusBener mas. Hedonisme dan konsumtifnya menurut saya kebablasan. Mereka menganggap masih ada hari esok utk menabung. Coba skrng ada corona, mgkin banyak yg menyesal juga udh menghambur2kan uang
HapusYa ampyuuun Edooo,
BalasHapusUdah ah fix nabung deh, dan biarkan istri kamu meracik kopi untuk bisa kamu nikmati tiap hari kapan aja waktu yang kamu mau
(Hehehe, itu mah julid ya komennya).
Udah bener nih yang mba Maria lakukan, mengajak para Edo untuk melihat dari sisi yang lain yang lebih bermanfaat dan realistis.
Menabung
Toh, juga gak rugi ya paling nggak bisa berinvestasi bukan hanya lewat kehadiran seorang istri
Dan semoga istri Edo bukan wanita yg konsumtif juga mba, hehehe. Karena kalau suami istri konsumtif bisa gawat nih, bisa bisa keuangan dalam rumah tangga ambyar
HapusKak Maria..
BalasHapusSusah juga sih kalo paduan nya udah rokok+ kopi. Ah itu emang susah ditinggalin.
Alhamdulillah suamiku sudah bertahun lalu gak ngerokok. Lebih sehat fisik dan juga keuangan karena gak dibuang buat dibakar-bakar.
Bener mba. Kalau kopi, masih bisa ditoleransi ya mbak. Tapi kalau rokok, saya sih say no to cigarettes. Tapi kembali lg ke pribadi masing2 pria.
HapusBeruntungnya Edo punya teman Kak Maria...Aku setuju banget, sekarang banyak yang bilang ga punya modal nikah tapi ga ada niatan untuk melangkah. Maksudnya mulai siap-siap nabung kek...berhemat kek...ngurangi ngopi-ngopi, berhenti merokok...Kalau gitu melulu gaya hidupnya sampai jadi bujang lapuk ga terkumpul modalnya. Semoga Edo bisa sadar sepenuhnya ya Kak...Kasihan calonnya kalau di PHP terus, ntar sok ntar sok kalau ditanya kapan nikahnya
BalasHapusIya mba bener. Perempuan kan juga butuh kepastian. Kalau rokok dan kopinya saja sudah 1jutaan, apa kabar pengeluaran yg lain. Bisa bisa gaji sebulan habis hanya utk gaya hidup.
HapusAku yakin banyak Edo-edo macam begini di luar sana mba, bukan maksud mau menghakimi atau ikut campur ya. Tapi kalau masih ada Edo yg nggak nabung, masih kebanyakan ngerokok sama jajan yah kasihan pasangannya nanti
BalasHapusIya mba,apalagi kadang perempuan dalam rumah tangga seperti ada tuntutan harus membantu suami jika gaji suami tidak cukup utk memenuhi kebutuhan bulanan.
HapusNabung utk pasca pernikahan yg lebih penting sih..Akan banyak kebutuhannya
BalasHapusIya mba, setelah menikah justru banyak tantangannya. Mulai dari urusan bayar listrik air, dan kebutuhan bulanan lainnya. Ga hanya melulu soal cinta kan. Hehehe
HapusSemoga Si Edo bisa sadar ya. Meski uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Hehehe.
BalasHapusSepertinya susah mba menyadarkan Edo. Mgkin di luar sana banyak Edo edo yang lain yg hanya menghamburkan uang utk sesuatu yg tidak perlu.
HapusAduh bener banget kak, nikah itu butuh persiapan banget terutama finansial. Kalo finansial goyah, rumah tangga pun biasanya bakal mudah goyah
BalasHapusDan biasanya kalau masalah finansial akan memicu pertengkaran suami istri. Yg kasihan adalah anak karena anak tidak tahu apa apa.
HapusTuh dengerin tuh Edo.. kl mau melangkah ke fase hidup berumah tangga hrs nabung dong, agar pengeluarannya ntar lebih terarah. Seneng ya punya teman kayak Mbak Maria ini ada yg mengingatkan
BalasHapusSayangnya masuk telinga kanan keluar telinga kiri mbak. Alias gak didengerin. Cuma ngangguk ngangguk aja. Antara bingung kali ya. Maklum, belum dewasa
Hapuswah ceritanya hampir sama dng tmn sy cowo jg.. bisa habis satu pak rokok seminggu dan ngopi2 di kafe ternama sehari 3x ..pas mau nikah ga pny tabungan..pas kita tmn2nya nasehati sih dia ada perubahan dan kurangi kebiasaan jeleknya tapiii abis nikah balik lagi kebiasaannya..susah mba klo berubah bkn krna dari diri sendiri.. skrg lagi proses divorce pdhal udh pnya baby duh..sedih..
BalasHapusYa Allah mbaa...teman mba lebih miris lagi ya. Kalau udh tersandung dengan yg namanya gaya hidup memang sulit mbak utk diluruskan. Beneran deh, di sekelilingku banyak yg kayak gitu. Aku hanya bisa elus dada.
HapusMemang para perokok suka tidak sadar kalau kebiasaan merokoknya itu kalau dikalkulasi jumlahnya besar. Mudah-mudahan setelah baca artikel ini pada sadar ya, dan bisa mengurangi syukur2 berhenti merokok
BalasHapusIya mbak, okelah si perokok banyak duit tapi apa tidak sayang dengan paru parunya ya. Di hari tuanya bisa banyak penyakit jika masa muda hanya merokok saja. Miris.
HapusMemang kadang ada sebagian orang yang kurang dewasa tidak terlalu memikirkan masa depan. Kalau aku perhatikan kasus Edo itu sepertinya dia kurang dewasa. Tapi semua balik lagi ke pribadi masing-masing kok ya ...
BalasHapusIya mbak. Kalau udh pribadinya orang udh ga dewasa dan gak mau introspeksi , ya mau gimana lagi. Kita nasehati dibilang ikut campur
HapusSepakat banget kak.. Jangan sampai berhutang untuk halalin pasangan.. Kasihan nanti si istri kaget heheh
BalasHapusIya mba, habis menikah malah jadi puyeng mikir hutang
HapusKalau saya malah seringnya dibikinin kopi selain biar ga keluar... biar berinteraksi sejenak sama teman kantor lainnya... tapi kalau rokok saya sama sekali engga... ini juga yg bikin teman2 heran... doyan kopi (hitam pula) tapi ga ngerokok...
BalasHapusSaya mah santai aja nyahutnya... "metal ga harus gondrong bro..." "punk ga harus mohawk.." .... "kopi juga ga harus ngerokok..." ye kan...
Terus gimana, apa uangnya edo sdh terkumpul
BalasHapus