Aku dan suami sebisa mungkin memiliki quality time berdua. Karena kami belum dikarunia momongan, otomatis waktu untuk pergi atau jalan-jalan berduaan pun akan lebih sering. Maka dari itu aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu jika ada hari libur yang memungkinkan kami keluar dari rutinitas sehari-hari.
Kebetulan suami bekerja secara shift sehingga lumayan susah mencari waktu berdua. Karena bisa saja hari Minggu suami bekerja dan tidak bisa request libur seenaknya di hari libur nasional.
Aku ingin berbagi pengalaman pada saat libur hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2018 dimana kalau tidak salah jatuh pada hari Jumat. Sangat kebetulan suamiku mendapat libur di hari nasional itu walau besoknya dia harus masuk pagi. Timbul ide dariku untuk pergi ke Malang dalam waktu beberapa jam saja hanya untuk mengobati rasa penasaranku akan tempat wisata yang bernama Hawai Water Park.
Asyiknya Bermain Air
Konon katanya Hawai Water Park ada permainan tsunaminya yang sangat fenomenal. Aku sangat ingin mencoba dan merasakan sensasi dari tsunami itu. Walau na'udzubillah min zalik jika diberi tsunami sungguhan ya.
Suamiku pun setuju dengan ide liburan singkat ke Malang. Kamipun naik kereta api ekonomi kalau tidak salah berangkat dari stasiun Gubeng jam 07.00 WIB. Karena sudah punya beberapa pengalaman naik kereta api ke luar kota, kami tak perlu kuatir mengenai persiapan naik kereta.
Sesampainya di stasiun kereta api Malang Baru, kami naik angkot menuju daerah Karanglo, dimana Hawai Water Park berada. Wah, ini pengalaman kami naik angkot menuju tempat wisata. Tadinya ingin naik taksi online hanya saja melihat jam sepertinya Hawai Water Park belum buka. Sehingga kami lebih memilih angkot agar lebih santai.
Ternyata predikasi kami keliru. Karena ketidaktahuan arah, kami turun agak jauh dari lokasi wisata air tersebut. Akhirnya kami harus jalan menuju Hawai Water Park. Baru aku sadari ternyata Hawai Water Park berada di dalam perumahan yang cukup elite.
Sampailah kami di Hawai Water Park. Duh, rasanya kayak mimpi karena perjalanan kali ini tidak kami rencanakan. Hampir semua wahana air kami coba, tapi yang agak ekstrim aku tidak berani. Seperti meluncur di prosotan dengan menggunakan semacam matras. Kebayang gak sih jika kita sampai keluar jalur prosotan saking gugupnya. Hehehe. Konyol juga ya imajinasiku ini.
Baiklah, sekarang tiba waktunya aku dan suami mencoba wahana tsunami. Maju mundur aku masuk ke arena tsunami. Aku mengambil pelampung yanh bergelantungan di tempat pelampung. Dengan harapan tidak terlalu mengerikan berada di wahana tsunami. Ternyata pengunjung yang ingin merasakan sensasi tsunami tidak diperbolehkan menggunakan pelampung ataupun ban. Aku sendiri tidak tahu alasannya, mungkin untuk meminimalisir cedera antara satu pengunjung dengan pengunjung lainnya. Hhmm... masuk akal juga sih kalau memang begitu alasannya.
Saatnya pertunjukkan dimulai. Suara pemandu acara begitu kencangnya melalui microphone untuk memberitahukan bahwa sebentar lagi tsunami akan dimulai. Aku deg-degan mencoba mengira-ngira seperti apa tsunami yang akan terjadi. Kupegang erat-erat tangan suamiku agar tak terpisah jauh manakala ombak tsunami menerjang kami.
Rupanya dugaanku meleset jauh. Wuuzzz... air buatan bak tsunami menerjang seluruh pengunjung yang ada di dalam arena. Berkali-kali tanpa ampun. Peganganku terlepas. Aku panik sementara diri ini tak bisa berenang. Aku berusaha berdiri namun tak bisa, sementara badan ini saling bertabrakan dengan pengunjung lainnya. Semakin takut diriku dibuatnya. Akankah aku akan pingsan seketika karena tak sanggup melawan ombak yang terus menggulung tubuh ini. Tiba-tiba saja ada tangan besar memegang bahuku. Dengan sigap aku dibawa ke tepi arena. Ternyata orang itu adalah penjaga arena tsunami. Dia menyelamatkan ketidakberdayaanku melawan ombak tsunami buatan. Tak lama suami menghampiriku dengan nafas yang terengah-engah juga. Rupanya kami terpisah oleh ombak buatan. Badanku masih gemetar, takut seolah-oleh itu adalah tsunami sungguhan. Alhamdulillah hanya tsunami buatan.
Aku mengibarkan bendera putih alias menyerah untuk masuk ke area tsunami lagi. Memang tsunami ada beberapa tahapan mulai dari kecil, menengah sampai parah nih ombaknya. Ga kebayang kan, yang kecil saja ombaknya membuat aku nyaris tenggelam (walau gak akan pernah mungkin tenggelam), apalagi yang ombaknya besar. Suamiku pun menuruti keinginanku untuk menyudahi permainan tsunami ini. Kami lantas berjalan-jalan menyusuri beberapa wahana lainnya sambil melepas lelah. Setelah dirasa cukup, kami sepakat untuk berganti baju dan meninggalkan Hawai Water Park.
Setelah selesai berganti baju, kami tak langsung keluar area. Kami sempatkan untuk foto-foto di depan tulisan Hawai Water Park. Namun karena wajahku lagi jelek (emang dari sononya kali ya, hehehe) akhirnya aku suruh suamiku saja yang foto. Hitung-hitung biar ada kenang-kenangan.
Setelah puas foto-foto, suamiku pun memesan taksi online menuju stasiun kereta api Malang Baru. Tidak berapa lama, taksi online pun datang menjemput kami. Drivernya sangat ramah bahkan beliau menawarkan jika kami ingin kembali ke Malang, si driver ternyata menyewakan mobilnya juga di luar pekerjaan sebagai driver taksi online. Baiklah, karena tidak enak dengan beliau, akhirnya kami terima kartu namanya sekadar berbasa-basi. Bisa jadi suatu saat kami membutuhkan jasa beliau.
Tanpa terasa perjalanan menuju satasiun kereta api sampai juga. Aku dan suami segera boarding karena waktu lumayan mepet juga dengan jadwal keberangkatan. Demikianlah liburan singkat kami. Menyenangkan memang karena kami liburan super irit.
Kalau kalian mau mencoba liburan singkat dan hemat ala-ala kami, yuks dicoba. Naik kereta api ekonomi yang duduk berhadap-hadapan bersama lima orang lainnya juga menyenangkan kok.
Semangat menulis, mbak Maria 😊👍🏻
BalasHapusTerima Kasih mas Abe. Blognya mas sangat bagus. Salam literasi.
BalasHapusWidih udah kesini aja ternyata. Aku yg di Malang blm pernah ke Hawaii 😁
BalasHapushehehe, saking penasarannya aku mba
HapusLiburan terus nih Mbak Maria hehe
BalasHapushehehe, nyoba nyoba backpakeran nji.
Hapus