[Wi, aku mau donk beli kue keringmu, dua ya. Gamis 1, sandal trepes sepasang ukuranku kamu tahu ya, sama jilbab anak dua biji ya. Kamu totalkan berapa semua ya Wi], begitu bunyi pesanku seketika. Dalam hati, aku ingin menguji Tiwi.
Eh, tanpa menunggu 3 menit Tiwi segera membalas pesan whattsappku.
[Okay mbak, bentar ya aku totalkan. Wah, laris nih daganganku], balas Tiwi dengan ditambahkan emoticon cium.
[Mbak, total semuanya 350 ribu. Mbak masih simpan kan nomor rekening bank aku], balas Tiwi kemudian.
Tanpa menunggu lama, segera aku transfer uang senilai 350 ribu ke rekening Tiwi.
[Wi, sudah aku transfer ya. Ini bukti transfernya], sambil aku mengirimkan foto berupa bukti transfer.
Sabar Ada Batasnya
[Kamu kirimkan via ojek online saja Wi. Aku malas ketemu kamu lagi. Terus terang aku kecewa denganmu, pas aku belanja banyak kamu langsung respon whattsappku, tapi pas aku pengen curhat kamu bilang lagi sibuk. Berteman ga hanya mau didengar aja Wi, tapi juga mau mendengar. Kamu lho sering curhat ke aku dan aku ga pernah mempermasalahkan. Eh begitu aku yang pengen curhat, kamu malah menghindar.], cerocosku via whattsapp.
Kali ini emosiku sudah tak terbendung.
[Mbak, aku minta maafff banget..bukannya ga mau denger curhat mbak Dian. Aku mau kok mbak denger curhatnya. Please jangan nilai aku seperti itu. Mengenai mas Dani, coba mbak Dian bujuk pelan-pelan deh. Yang penting kita usaha dulu, siapa tahu uang kita bisa balik, mbak. Jangan langsung mengikhlaskan.], Tiwi membalas whattsappku 180 derajat berbeda dari sebelumnya.
Lama tak kubalas whattsapp dari Tiwi, dia pun kembali mengirim pesan seolah penuh penyesalan.
[Mbak, please aku ga bermaksud seperti itu. Maafin aku ya mbak. Kita masih tetap berteman kan mbak], Tiwi memohon entah tulus atau tidak.
Sayang sekali, aku sudah tak punya semangat untuk membalas whattsapp Tiwi.
[Makasih ya Wi atas saranmu walau terlambat. Kamu antar saja pesananku via ojek online. Mungkin sekarang kita jalan sendiri-sendiri saja walau kita satu grup korban penipuan. Kita tetap berteman kok, Wi. Cuma jujur aku sering dikecewakan oleh beberapa orang yang mengaku sahabatku tapi ujung-ujungnya selalu memanfaatkan diriku], balasku sebagai penutup whattsapp.
Semenjak kejadian itu Tiwi sempat menghubungiku beberapa kali. Dia juga mengirim pesan berisi permohonan maaf namun tak kubalas. Mungkin aku akan menghubunginya pada saat suasana hati ini sudah stabil. Biarlah ini menjadi pelajaran hidupku. Bahwa sahabat sejatiku hanyalah mas Dani. Suami adalah sahabat sejati istrinya. Akhirnya aku berusaha mengikhlaskan uangku yang hilang ditipu oleh pengembang perumahan. Walau masih tetap tergabung ke grup korban penipuan namun rasanya sudah semakin jauh harapan uang kembali.
TAMAT
Note : kisah ini hanyalah fiksi belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh dan tempat maka hanyalah suatu kebetulan.
Posting Komentar untuk "Teman Yang Tak Seimbang (Bagian 5 - Tamat)"