“Mbak Mumun...carikan jam tanganku donk, kok ga ada ya di
meja tamu”.
“Mak Biyah, ambilkan sepatuku trus taruh di mobil ya... mau
aku pakai di mobil”.
Begitu seterusnya Dewi menyuruh kedua asisten rumah
tangganya. Sebenarnya yang lebih tepat adalah asisten rumah tangga kedua orang
tuanya, karena yang menggaji mereka adalah Bapak Sonny dan Ibu Lina, orangtua
Dewi dan Ito.
“Pak Antok, ayo Pak kita berangkat cepetan, aku udah
terlambat nih”, seru Bu Lina sambil menenteng tas kerjanya masuk ke dalam mobil.
Keikhlasan Seorang Pegawai
Pak Antok adalah supir yang sudah mengabdi kepada Bapak
Sonny dan Ibu Lina selama delapan tahun, semenjak Dewi berusia dua tahun dan
Ito berusia satu tahun. Saat ini usia pak Antok memasuki 60 tahun, usia yang
sudah tidak muda lagi untuk profesi supir pribadi.
Sedangkan mbak Mumun sudah bekerja sebagai asisten rumah
tangga selama enam tahun. Mbak Mumun masih berusia 35 tahun, masih terbilang
kuat. Mbak Mumun yang bertugas memasak untuk seluruh anggota keluarga,
menyiapkan perlengkapan sekolah anak-anak, dan pekerjaan lain yang berhubungan
dengan para juragan
Mak Salbiyah yang biasa dipanggil Mak Biyah oleh anak-anak
baru dua tahun bergabung di keluarga Bapak Sonny. Mak Biyah sudah berusia 45
tahun. Tugas mak Biyah antara lain mencuci baju, menyetrika baju yang sudah
kering , siram-siram tanaman dan tugas rumah tangga lainnya.
Bapak Sonny dan Ibu Lina, keduanya sama-sama bekerja di
salah satu perusahaan swasta di Surabaya. Bapak Sonny bekerja di kawasan
industri di Margomulyo, sedangkan Ibu Lina bekerja di Surabaya pusat.
Keduanya sama-sama sibuk dan mempercayakan pengasuhan dan
pengawasan anak-anak mereka kepada asisten rumah tangga dan supir.
“Pak, jangan langsung pulang ya... Aku mau mampir
supermarket”, cetus Bu Lina.
Pak Antok yang sebenarnya ada janji untuk datang pengajian
di kampungnya terpaksa memutar arah mobil juragannya ke supermarket dekat
rumah.
Dengan rasa lelah, Pak Antok merebahkan badannya di kursi
tamu yang sudah tidak empuk lagi. Jam dinding menunjukkan waktu pukul 21.15.
Dia sangat lelah sementara besok pukul 07.00 harus sampai di rumah juragannya
untuk mengantar Ibu Lina ke kantornya yang lumayan jauh dan macet.
Kring.... kring...
Jam weker usang milik Pak Antok berbunyi. Pak Antok bergegas
ke kamar mandi, mandi lalu menunaikan sholat subuh.
Setelah memanaskan sepeda motor, keluarlah Pak Antok
menuntun sepeda motor bututnya melewati rumah-rumah tetangga. Rumah Pak Antok
berada di depan gang sempit sehingga dia harus menuntun sepeda motornya sampai
ke jalan raya.
Sesampainya di rumah juragan, Pak Antok yang sudah terbiasa
membuka pintu pagar sendiri, ternyata sudah dibuka mbak Mumun.
Pak Antok memarkir sepeda motornya di teras depan rumah
juragan.
“Pak, tolong cucikan mobil Pajeroku ya, aku mau meeting ke
Hotel di daerah Pangsud”, suruh Bapak Sonny sambil melempar kunci Pajeronya.
Dengan sigap Pak Antok menangkap kunci mobil dan menstarter
mobil. Pagar dibuka lebar-lebar lalu pak Antok mengeluarkan mobil dari garasi,
memarkir di tepi jalan. Beberapa menit kemudian, Pajero pun dimandikan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7.30, sudah waktunya mengantar
Bu Lina ke kantor.
“Ayo pak, buruan aku udah telat lho”, seru Bu Lina.
“Wah, jangan jangan minta ngebut Bu... saya ga berani. Nanti kalau
saya ditilang gimana ? Bapak pasti ga mau bayar tilangan saya”, kata Pak Antok
sambil melihat istri juragannya melalui kaca mobil.
Jam 08.30 selesai
sudah tugas mengantar Ibu Lina ke kantor. Pak Antok istirahat sejenak
sambil meluruskan kaki di garasi rumah majikannya. Usia yang sudah mulai menua
mengakibatkan Pak Antok tidak bisa terlalu capek bekerja.
“Pak, itu tukangnya
sudah datang, tolong bukakan pagar. Jangan lupa ambilkan minum di dapur ya Pak”,
seru Mak Biyah.
Selain menjadi supir
keluarga, Pak Antok juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya seperti
mengawasi pekerjaan tukang yang saat ini sedang merenovasi rumah Bapak Sonny.
Waktu menunjukkan
pukul 13.00, saatnya Pak Antok menjemput Dewi dan Ito dari sekolah. Dengan
menggunakan sepeda motor, pergilah Pak Antok ke sekolah Dewi dan Ito yang
kebetulan bersekolah di sekolah yang sama. Dewi dan Ito kebetulan pulang
sekolah bersamaan jamnya. Mereka berdua membonceng sepeda motor Pak Antok.
Anak-anak lebih senang naik sepeda motor ketimbang naik mobil.
Sesampainya di rumah,
Pak Antok segera memasukkan sepeda motor dan menyuruh anak-anak masuk rumah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30 WIB, pak Antok segera bergegas menunaikan
sholat dzuhur di lantai 2 rumah keluarga majikan. Kebetulan di lantai 2
disediakan mushollah kecil untuk siapa saja yang ingin menunaikan sholat 5
waktu.
"Pak... Pak...
ayo bangun, sudah jam setengah lima, Mak Biyah mengguncang-guncang bahu Pak
Antok. Rupanya Pak Antok ketiduran dari sejak selesai menunaikan sholat
dzuhur.
"Aduh, aku
ketiduran ga sampean bangunin Mak, kata Pak Yanto sambil buru-buru merapikan
baju".
"Lha, piye.. aku
ya juga akeh kerjoan nang ngisor. Ini juga baru selesai, seloroh Mak Biyah
dengan bahasa campur-campur."
Dengan tergesa-gesa
Pak Antok mengeluarkan mobil dari garasi untuk menjemput Bu Lina. Bu Lina
pulang kerja pukul 17.00 WIB namun terkadang terlambat. Prediksi perjalanan ke
kantor majikan perempuan setengah jam, ditambah kemacetan karena jam pulang
kerja. Sambil berdoa supaya dirinya tidak terlambat menjemput, Pak Antok
bergegas melajukan kendaraan ke jalan raya. Beberapa kali terlambat menjemput,
Bu Lina suka mengomel tidak jelas. Ini yang membuat Pak Antok tidak ingin
terlambat kesekian kalinya.
Sudah empat
bulan ini Pak Antok sering sakit-sakitan. Pendengarannya semakin berkurang dan
dia gampang mengantuk. Melihat hal tersebut, Pak Sonny segera mengajaknya ke
salah satu laboratorium untuk dilakukan test kesehatan. “Pak Antok, ayo ikut
saya. Mumpung hari Sabtu, kamu ikut saya chek kesehatan ya. Kok sepertinya kamu
sering sakit-sakitan,” ajak Pak Sonny kepada supir pribadinya tersebut.
“Tidak usah Pak,
wong saya cuma kecapekan aja sepertinya,” tolak Pak Antok dengan nada halus
kuatir menyinggung perasaan sang majikan.
Satu bulan
setelah Pak Antok menampakkan gejala sakit, akhirnya diketahui bahwa supir
keluarga Pak Sonny itu menderita penyakit komplikasi yaitu diabetes, kolesterol
dan tekanan darah tinggi. “Pak, kemarin pas ijin tidak masuk saya periksa ke
dokter dan cek darah. Ternyata gula darah saya 370, kolesterol saya juga sampai
700,” ungkap Pak Antok kepada majikannya.
“Kok bisa tinggi
sekali, Pak. Bahaya itu apalagi kalau dibawa nyetir mobil. Sudah kamu istirahat
dulu di rumah tiga harian, kalo udah seger waras kamu kerja lagi aja, soale
saya masih butuh kamu Pak” tukas Pak Sonny dengan nada yang cukup tinggi.
“Baik Pak,”
jawab Pak Antok tanpa berkata apa-apa lagi. Hari itu Pak Antok tetap
menyelesaikan pekerjaannya sampai sore. Setelah menjemput Bu Lina, Pak Antok
pun pulang ke rumah dan istirahat selama 3 hari sesuai perintah majikannya.
Tiga bulan
setelahnya, rencana Ito bermain futsal dengan teman-teman sekelas mendadak
menjadi batal dikarenakan ada berita duka yang sangat tidak terduga. Handphone
Pak Sonny berdering, di seberang sana terdengar isak tangis anak perempuan Pak
Antok sesugukan menjelaskan sesuatu. Hanya Pak Sonny yang dapat memahami suara
telepon di seberang sana. Pak Antok telah berpulang ke hadirat Yang Maha Kuasa pada
1 Agustus 2019 pukul 04.30 Waktu Indonesia Barat setelah sempat tak sadarkan
diri.
Setelah
meninggalnya Pak Antok, keluarga tersebut menjadi lebih berantakan dalam hal
pengaturan waktu. Anak-anak Pak Sonny dan Bu Lina sering tidak ada yang
menjemput sekolah, sehingga Ito pernah tidak pulang sampai larut malam. Ternyata
Ito bermain ke rumah temannya. Dewi pun sudah tidak pernah lagi les piano. Ayah
Ibunya tidak pernah bisa mengantar Dewi les piano karena sibuk bekerja dan
mereka selalu pulang malam.
Beberapa kali
pak Sonny merekrut supir baru namun tidak pernah lama. Dalam hitungan bulan,
supir yang bekerja di keluarga itu selalu mengundurkan diri dengan alasan jam
kerja yang melebihi batas kewajaran. Ada pula supir yang langsung diberhentikan
Pak Sonny karena ketahuan mengutil barang milik keluarga. Akhirnya untuk waktu
yang cukup lama, keluarga Pak Sonny tidak memiliki supir pribadi. Anak-anakpun
pulang sekolah dijemput oleh Mbak Mumun asisten rumah tangga mereka.
Pahlawan tidak selalu identik dengan konsep kenegaraan.
Tetapi pahlawan selalu identik dengan jiwa membelanya. Dan Pak Antok telah
membuktikan jiwa kepahlawanannya. Dia rela mengabdi untuk keluarga Pak Sonny.
Sampai usia senja bahkan sampai akhir hayatnya, Pak Antok masih bekerja sebagai
supir keluarga mereka. Kebutuhan akan ekonomi yang membuatnya bertahan sampai
beliau meninggal. Bagi Dewi dan Ito, Pak Antok adalah pahlawan dalam kehidupan
masa kecil mereka. Dengan kehadiran Pak Antok, Dewi dan Ito tidak pernah
terlambat masuk sekolah, pun tidak pernah terlambat dijemput pulang sekolah.
Pak Antok juga pahlawan bagi Pak Sonny dan istrinya. Pak
Antok yang selalu menjaga rumah besar majikannya di saat mereka berdua bekerja.
Tanpa kehadiran Pak Antok, mungkin Bu Lina akan sering terlambat masuk kerja.
Pak Sonny pun mungkin tidak bisa konsentrasi bekerja apabila renovasi rumah
tidak diawasi Pak Antok.
Kita harus berterima kasih kepada orang-orang yang berjasa di
kehidupan kita, apakah itu guru, asisten rumah tangga bahkan kita pun harus
berterima kasih kepada penjual sayur keliling yang lewat di depan rumah kita.
Karena tanpa mereka, bisa jadi kita sekarang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.
Setuju, banyak orang berjasa yang ada di sekitar kehidupan kita. Doa yang terbaik untuk mereka semuanya ya.
BalasHapusSalam kenal dari Nottingham.
Makasih kak, salam kenal juga dari London
Hapus